Sumber : Wikipedia (http://id.wikipedia.org/wiki/Nusantara)
Nusantara merupakan istilah yang dipakai oleh orang Indonesia untuk menggambarkan wilayah kepulauan Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Istilah lain yang dikenal adalah Nuswantara. Kata ini tercatat pertama kali dalam literatur berbahasa Jawa Pertengahan (abad ke-12 hingga ke-16), namun untuk menggambarkan konsep yang berbeda dengan penggunaan sekarang. Pada awal abad ke-20 istilah ini dihidupkan kembali oleh Ki Hajar Dewantara[1] sebagai nama alternatif untuk negara lanjutan Hindia-Belanda. Setelah penggunaan nama Indonesia disetujui untuk dipakai untuk ide itu, kata Nusantara dipakai sebagai sinonim untuk kepulauan Indonesia. Malaysia memakai istilah ini namun dalam pengertian yang agak berbeda. Di Malaysia, istilah ini lazim digunakan untuk menggambarkan kesatuan geografi-antropologi kepulauan yang terletak di antara benua Asia dan Australia, termasuk Semenanjung Malaya namun biasanya tidak mencakup Filipina.
Nusantara dalam konsep kenegaraan Jawa
Wilayah Majapahit.
Dalam konsep kenegaraan Jawa di abad ke-13 hingga ke-15, raja adalah "Raja-Dewa": raja yang memerintah adalah juga penjelmaan dewa. Karena itu, daerah kekuasaannya memancarkan konsep kekuasaan seorang dewa. Kerajaan Majapahit dapat dipakai sebagai teladan. Negara dibagi menjadi tiga bagian wilayah: Negara Agung, mancanegara, dan nusantara. Negara Agung merupakan daerah sekeliling ibukota kerajaan tempat raja memerintah. Mancanegara adalah daerah-daerah di Pulau Jawa dan sekitar yang budayanya masih mirip dengan Negara Agung, tetapi sudah berada di "daerah perbatasan". Dilihat dari sudut pandang ini, Madura dan Bali adalah daerah "mancanegara". Selain itu Lampung dan juga Palembang juga masih bisa dianggap daerah "mancanegara". Nusantara adalah daerah di luar pengaruh budaya Jawa tetapi masih diklaim sebagai daerah taklukan: para penguasanya harus membayar upeti.
Gajah Mada menyatakan dalam Sumpah Palapa: Sira Gajah Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukita palapa, sira Gajah Mada : Lamun huwus kalah nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tanjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, Hujung Medini (Semenanjung),samana ingsun amukti palapa.
Kitab Negarakertagama mencantumkan wilayah-wilayah "Nusantara", yang pada masa sekarang dapat dikatakan mencakup sebagian besar wilayah modern Indonesia (Sumatra, Kalimantan, Nusa Tenggara, sebagian Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya, sebagian Kepulauan Maluku, dan Papua Barat) ditambah wilayah Malaysia, Singapura, Brunei dan sebagian kecil Filipina bagian selatan.
Secara morfologi, kata ini adalah kata majemuk yang diambil dari bahasa Jawa Kuna|Sanskrit nusa ("pulau") dan antara ("gugusan"). Sedangkan Nuswantara berasal dari kata nusa ("bangsa-bangsa") swa (yang "mandiri/merdeka") anta ("suci/ anak dari dewa/ keturunan mulia") dan tara ("kesatria kebenaran").
Penggunaan modern
Konsep Nusantara menurut para pendiri bangsa Indonesia adalah identik dengan Indonesia sekarang (bekas Hindia-Belanda).
Pada tahun 1920-an, Ki Hajar Dewantara memperkenalkan nama "Nusantara" untuk menyebut wilayah HindiaBelanda yang tidak memiliki unsur bahasa asing ("India"). Hal ini dikemukakan karena Belanda, sebagai penjajah, lebih suka menggunakan istilah Indie ("Hindia"), yang menimbulkan banyak kerancuan dengan literatur berbahasa lain. Definisi ini jelas berbeda dari definisi pada abad ke-14. Pada tahap pengusulan ini, istilah itu "bersaing" dengan alternatif lainnya, seperti "Indonesiƫ" (Indonesia) dan "Insulinde". Istilah yang terakhir ini diperkenalkan oleh Eduard Douwes Dekker.[1]
Penggunaan di Malaysia
Istilah "Nusantara" digunakan juga di Malaysia untuk menyebut kawasan kepulauan di antara Asia Tenggara benua (Indocina) dengan Australia, dan mencakup negara-negara Indonesia, Malaysia (termasuk wilayah semenanjung), Singapura, Brunei, Filipina (bagian selatan), Timor Leste, dan - namun tidak selalu - Papua Nugini sebagaimana penggunaannya di masa Majapahit. Ini berhubungan dengan konsep mereka tentang "Ras Melayu", di mana menurut mereka kawasan kepulauan ini berada di bawah pengaruh satu kebudayaan induk yaitu kebudayaan "Ras Melayu".
Malaysia menggunakan istilah ini untuk menyebut kawasan Asia Tenggara maritim yang memiliki keterkaitan dengan budaya atau bahasa Melayu, karena bahasa ini merupakan lingua franca dalam hubungan antarmanusia di kepulauan ini. Literatur berbahasa Inggris dan beberapa bahasa Eropa lain (namun jarang dijumpai dalam literatur berbahasa Belanda) pun menyebut kawasan ini sebagai Malay Archipelago[2].
"Nusantara" dan "Kepulauan Melayu" Gaya penulisan artikel atau bagian ini tidak atau kurang cocok untuk Wikipedia.
Silakan lihat halaman pembicaraan. Lihat juga panduan menulis artikel yang lebih baik.
Literatur-literatur Eropa berbahasa Inggris (lalu diikuti oleh literatur bahasa lain, kecuali Belanda) pada abad ke-19 hingga sekarang sering menyebut wilayah kepulauan antara benua Asia dan Australia yang dihuni oleh cabang ras Mongoloid yang disebut ras Melayu (Malay), menggunakan satu rumpun bahasa yang sama (Austronesia), serta saling berhubungan satu sama lain dengan menggunakan satu corak bahasa Melayu (bahasa Melayu Pasar) sebagai Malay Archipelago ("Kepulauan Melayu").
"Nusantara" pada zaman Majapahit dan Kepulauan Melayu yang merupakan dasar dari konsep (Alam Melayu) adalah dua konsep yang memiliki kesamaan cakupan geografis namun terdapat perbedaan sejarah sehingga dua konsep ini tidak dapat digunakan untuk merujuk hal yang sama.
Konsep "Nusantara" murni berasal dari kebudayaan asli Indonesia (Majapahit). Hal ini terlihat dari kata Nusantara sendiri yang tidak diambil dari bahasa asing (India). Bangsa Indonesia sebagai keturunan asli (bukan pendatang) dari Majapahit memiliki hak mutlak atas terminologi Nusantara. Sebagai pewaris terminologi Nusantara, maka hakikat dari definisi terminologi ini yaitu wilayah negara adalah tetap. Jikalau pada asalnya Nusantara merujuk ke wilayah Majapahit, maka sekarang Nusantara merujuk pada wilayah Indonesia.
Sedangkan konsep Kepulauan Melayu sebenarnya digunakan oleh bangsa asing untuk merujuk wilayah dimana penduduknya menggunakan rumpun bahasa Austronesia. Penggunaan kata Melayu sendiri tidak dimaksudkan untuk merujuk pada suku Melayu, namun lebih kepada karena kata "me-la-yo" yang ditemukan di Jambi merupakan kata tertua pada saat itu. kata "me-la-yo" ini sebenarnya hanya merujuk sebagian kecil wilayah jambi dan tidak memiliki cakupan seluas "Nusantara". Pada perkembangannya sebagian penduduk di Asia Tenggara menyalahartikan kata Kepulauan Melayu sebagai konsep epicentris dimana Melayu (Melayu Malaysia) sebagai pusat peradaban di wilayah Kepulauan Melayu (Austronesia).[rujukan?]
Dari kesalahan arti Kepulauan Melayu, kemudian juga berkembang konsep ras Melayu. Konsep ini jelas merupakan suatu kesalahan karena etnis Melayu merupakan salah satu kelompok etnis, sama seperti Jawa, Sunda, Bali, dll.
Mengingat penyimpangan dari konsep Kepulauan Melayu ini dan juga perbedaan sejarah dari kedua terminologi maka terminologi Nusantara dan Kepulauan Melayu adalah terminologi yang berbeda.
Nusantara Jaya
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Sejarah Nusantara (dulu dikenali dengan nama Buwana Svarnabhumi Tanah Sunda) memang panjang yang belum pernah ditulis orang. Wilayah ini dihuni oleh bangsa Malai/Malay (sebelum berpecah menjadi suku-suku seperti Jawa, Sunda, Melayu, Bugis, Minang, Batak, dsb). Perpecahan menjadi suku-suku itu berlaku akibat letusan Gunung Batara Guru (kawahnya menjadi Danau Toba dan puncaknya menjadi Pulau Samosir) dan super tsunami yang menenggelamkan sebahagian dataran Buwana Svarnabhumi Tanah Sunda (Nusantara). Sebelum berlaku malapetaka dahsyat ini, wilayah Nusantara sangat besar, bermula dari Ceylon (kini Sri Lanka), Myanmar, Thailand, Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunai, Filipina, Vietnam, Laos, Kampuchea, Hong Kong, dan Taiwan. Tanah daratan yang tenggelam itu kini menjadi Laut China Selatan, Laut Jawa, Laut Sulu dan Teluk Siam. Malapetaka dahsyat itu mengakibat berlaku rekahan bumi yang kini menjadi "Pasific Ring of Fire" memanjang dari Sumatera, Jawa, Filipina sehingga ke sempadan Japang. Bangsa Malai/Malay berpecah lagi apabila agama-agama Hindu dan Buddha masuk ke wilayah ini. Selepas itu, masuk pula agama Islam dan seterusnya penjajah Barat dan agama Kristian. Bangsa Malai/Malay mempunyai ajaran sendiri yang bernama "Malaiyana Mulayanam" (Ajaran Malai/Malay Mula Ajaran - the Root of All Knowledge) yang mempunyai 173 buah kitab (sudah pupus) yang dicipta oleh Mahasiddha Svayana beribu-ribu tahun dahulu, iaitu lama sebelum masuknya agama-agama Hindu dan Buddha. Bangsa Malai/Malay sudah hilang identitinya kerana mereka mengambil identiti dari India, Arab dan Barat. Keterangan lanjut, baca blog saya:
BalasHapushttp://drilyasharunmalaysia.blogspot.com